Tampilkan postingan dengan label Curhatan Gue. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Curhatan Gue. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 16 April 2011

Prostitusi , Jadi Side Job Pilihan

SIDE JOB memang menjadi hal yang membanggakan bagi para pelajar yang menekuninya. Bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan namun membutuhkan uang untuk kebutuhannya, pekerjaan yang menyimpang pun dilakukan. Salah satunya adalah menjadi pekerja seks komersial (PSK) atau yang lebih familiar dipanggil “jablay”.

Fenomena PSK ini semakin marak di kalangan pelajar, kebanyakan pelakunya masih di bawah umur, namun mereka nekat melakukan pekerjaan “haram” tersebut. Sebut saja Ira (nama samaran), salah satu jablay yang masih menduduki kelas 10 di salah satu sekolah swasta di Kota Bogor ini menuturkan bahwa ia melakukan pekerjaan ini karena keterpaksaan. Faktor keluarga yang kurang mampu menjadi alasan mengapa Ira melakukam pekerjaan ini.

“Siapa juga yang mau ngelakuin hal “serendah” ini.? Gue ngelakuin ini juga karena terpaksa. Kalo gue enggak ngelakuin ini mau makan dari mana keluarga gue.?” ujarnya. Ira telah menjadi jablay semenjak rumah yang dia tempati disita oleh bank karena keluarga Ira tidak mampu untuk melunasi hutang pada bank tersebut.


Setiap melakukan pekerjaan “itu” upah yang diterima oleh Ira biasanya berkisar antara 600 s/d 850 ribu rupiah. “Biasanya sih yang pake jasa gue om-om gitu. Emang sih awalnya rada jijik, tapi apa boleh buat gue harus nutupin kebutuhan keluarga gue. Lagian kalo sama om-om biasanya suka dikasih bonus,” tuturnya tanpa rasa malu.

Tabir kelam pelajar Kota Hujan pun diungkapnya tanpa segan-segan. Ira juga mengungkapkan bahwa banyak teman seusianya yang punya profesi serupa. “Kadang gue suka kesel kalo ada orang yang mandang gue rendah. Mereka gak tau aja selain gue banyak juga yang ngejalanin profesi ini. Mereka pun masih seumuran sama gue, bahkan beberapa temen gue ada yang melakukan aborsi karena pekerjaan ini,” ujar Ira dengan serius.

Namun dibalik itu semua Ira menyimpan harapan agar dapat berhenti dari pekerjaan sampingan yang dilakoninya. “Niat berhenti sih ada, tapi kayaknya enggak sekarang. Soalnya gue masih ngerasa cuma pekerjaan ini yang bisa nutupin kebutuhan gue, semoga ke depannya gue bisa lepas dari pekerjaan ini,” pungkasnya dengan kalut.

Courtesy of JURNAL BOGOR

Sabtu, 19 Februari 2011

Rindu Berakting.!

Selama ini, gue kalo dapet peran dalam Pementasan Drama (apalagi Ujian Praktek), pasti selalu dapet teksnya yang sedikit atau paling banter jadi peran penengah gitu deeechh...!!! OH, NOOOOO...!!! Gue selalu mendapatkan porsi yang sangat sedikit dibandingkan teman-teman gue yang dapet pemeran utama.!!! Bagaimana ini bisa terjadi.??? Sudah dapat dipastikan, yang memiliki paras yang cantik atau tampan, pastilah menjadi pemeran utama dalam sebuah pementasan drama. Lalu, bagaimana dengan yang memiliki wajah yang pas-pasan (kayak gue).? Sama si Pembuat Skenario, pastilah menempatkan kita dengan porsi yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemeran utama yang menjadi sorotan penonton, dan biasanya, kita-kita ini yang memiliki wajah pas-pasan, sedikitnya hanya tampil 2-3 sin ajah, setelah itu, menghilang ditelan oleh pemeran utama yang emang cantik atau tampan, padahal kemampuan mereka sangatlah diragukan karena mereka tidak memiliki skill dalam bidang akting. Padahal, jika dalam pembuatan skenario itu diserahkan kepada ahlinya, pastilah setiap pemain mendapatkan porsi yang seimbang atau sama rata. Jadinya, seperti inilah akibatnya, para pemeran utama menjadi sorotan penonton dan merasa bangga menjadi pemeran utama karena paras wajah yang cantik atau tampan dan ini besar kemungkinannya menimbulkan "kecemburuan sosial" terhadap pemeran penengah. Lalu, si Pemeran Penengah itu akan merasa rendah diri karena dianggap jelek atau apalah, atau yang lebih memprihantinkan lagi adalah rasa SAKIT HATI bahkan akan menimbulkan rasa BENCI yang amat terdalam terhadap si Pembuat Skenario. Ini namanya tindakan "diskriminatif" atas hak-hak manusia yang terbelenggu dengan wajah yang tidak secantik Julia Perez atau setampan Lee Min Ho. Coba sekarang bayangin, kalo yang mainnya Julia Perez atau Lee Min Ho sebagai pemeran utama, pasti banyak orang yang nonton dan rating filmnya akan sangat tinggi. Tapi, kalo yang mainnya Mpok Nori atau Tukul jadi pemeran utama, boro-boro ditonton, ngedengerinnya ajah udah OGAH buat nonton karena udah terdoktrin atas image mereka yang di bawah standar. Oooohhh, kasihan sekali. Tapi, yang namanya nasib seseorang kan kita gak akan pernah tau. Sekarang yang harus kita jual kepada masyarakat bukan hanya penampilan fisik yang cantik atau tampan, atau bahasa gaulnya : PERFECT, tetapi yang harus ditonjolkan dalam hal ini adalah skill (kemampuan) dan talent (bakat). Wajah cantik atau tampan, tapi gak bisa akting, sarua jeung bohong atuh eta mah. Mendingan, punya wajah yang pas-pasan kayak gue ini, tapi punya skill (kemampuan) dan talent (bakat) yang bisa diperlihatkan kepada khalayak luas. Jadi, orang memandang si B tuch aktingnya bagus, aktingnya penuh penghayatan, walaupun mukanya pas-pasan, daripada si A, walaupun mukanya cantik atau ganteng, tapi aktingnya "ecek-ecek". Sekarang kan banyak tuch yah, kasus-kasus Home Production "abal-abal" yang masang iklan buat casting. Udah gitu, orang-orang yang kebelet pengen jadi artis, ikutan dech tuch casting dan lebih parahnya lagi adalah membayar uang muka yang sangat tinggi. Sungguh ironis. Orang jaman sekarang sepertinya hanya membutuhkan materi, duit, hape yang lagi ngetrend sekarang tuch apaan.?! BlackKeddet, ehh... maksudnya BlackBerry, terus jadi orang populer dechhh. Taunya apa coba, udah bayar mahal-mahal buat casting, terus ke tempat yang sudah ditentukan, taunya pas udah nyampe di tempat yang udah ditentukan, Produsernya gak ada dan duitnya dibawa kabur. Hmmmm, menyedihkan yaa rakyat Indonesia. Cuman gara-gara hanya ingin mengejar materi, bela-belain bayar mahal, taunya ditipu juga kan.??

Kita balik lagi dengan judul yang gue usung, "Rindu BERAKTING". Semenjak kelas 3 SMP, gue udah mulai suka sama dunia peran atau teater. Tapi sayangnya, di SMP gue belum ada ekskul Teater. Akhirnya, setelah lulus dari SMP dan masuk ke salah satu SMA favorit di Kota Bogor, gue masuk dech tuch ekskul Teater. Yeah, akhirnya jadi anak Teater juga dech. Dengan mengikuti ekskul teater, gue banyak dapet pelajaran disitu. Bagaimana berakting yang bagus, gak grogian, dan teater itu sebenernya kayak olahraga. Teater gue sich baru tampil di event 17 Agustusan ajah. Dan gue dapet peran jadi orang Jepang gitu deh (mungkin, emang gue kayak orang Jepang kali yee.?). Teaternya menceritakan Kemerdekaan Indonesia gitu. Penampilan temen-temen gue bagus-bagus dan buat gue merinding karena gue diingatkan lagi tentang sejarah Indonesia yang hampir terlupakan. Udah gitu, Teater gue pernah nonton aksinya Putu Wijaya, maestro Teater Indonesia. Beeeuhh, eta aktingnya, kereeeen abis. Gue selalu berharap bisa seperti Beliau menjadi pemain Teater yang tetep setia sama bidangnya dan mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional dengan bidang teater. Amiin. Sebelumnya, gue pernah berpikir akan keluar dari teater, tapi kalo dipikir-pikir, itu kan bidang yang gue suka dan gue geluti, kan sayang kalo ditinggalin di tengah jalan. Dan katanya, kalo gue keluar dari teater, gue bakalan ditendang sama Ketua Teater dari Lantai 3 sekolah gue...!!! OH, NOOOO...!!! It's very sadism.!!! Untung ajah, gue gak keluar dari teater, jadi gak ditendang dech dari Lantai 3..!!! Tunggu pembalasanku, Wahai Ketua Teater.

IPS, Bukan Kelas Kedua.!

Dulu, orang selalu beranggapan kalau Jurusan IPA itu lebih baik daripada IPS dan itu juga hal yang sama pula gue pikirin. Gue selalu berpikir kalau Jurusan IPS itu jelek, gak elite, dan lain sebagainya yang merendahkan anak IPS. Dulu, gue selalu berusaha untuk bisa jadi anak IPA khususnya bisa masuk kelas IPA unggulan. Setiap gue ketemu sama anak IPS pasti selalu bilang dalam hati,"Ihhh, anak IPS. Males banget dech liatnya". Kayaknya kalo orang gak masuk IPA tuh gimana gitu. Tapi, setelah gue mau naik ke kelas 2 SMA, gue berpikir, apakah dengan otak yang pas-pasan gue bisa mewujudkan impian gue masuk IPA yang kebanyakan materi dan teorinya adalah berhitung dan berpikir.? Kayaknya gak mungkin. Orang akan selalu merasa bangga kalo dia bisa masuk IPA. Oke, lanjut cerita gue. Akhirnya, setelah melakukan pemikiran yang sangat lama, gue memutuskan untuk ambil jurusan IPS. Mulai dari situlah, gue mulai serius dengan keputusan yang gue pilih. Gue yakin kok, apa yang gue pilih itu memang tepat dan Allah pasti akan menunjukkan Kuasa-Nya kepada siapa aja yang Dia kehendaki.

Sekarang, gue duduk di kelas IPS. Yap, IPS yang dulu sering gue remehkan, sering gue jelek-jelekkan, sering gue abaikan, dan lain sebagainya. Tapi sekarang, gue membanggakan kelas IPS yang gak kalah keren sama kelas IPA.Guru gue pernah bilang,"Lebih baik menjadi kepala di ikan yang kecil daripada menjadi ekor di ikan yang besar". Maksudnya, lebih baik memiliki jabatan yang tinggi di sebuah komunitas yang kecil daripada kita menjadi yang terbelakang di komunitas yang besar. Gue tidak pernah menanamkan rasa kecil hati dalam diri gue karena gue anak IPS, justru yang gue tanamkan dalam diri gue adalah bagaimana caranya gue bisa menjadi yang terbaik dan bisa menjadi kebanggaan kedua orang tua,teman,sekolah,agama,bangsa,dan negara. Teman gue yang anak IPA pun justru mendukung gue masuk IPS karena dia tahu kemampuan gue memang terletak di IPS. Gue akan terus berusaha supaya gue bisa jadi yang terbaik dari komunitas kecil. Gue selalu bilang dalam diri gue kalo gue bisa jadi Juara Umum di sekolah, bisa membanggakan semua orang, bisa menjadi apa yang gue inginkan. Gue selalu bilang dalam diri gue, kalo gue bukan orang yang mudah diremehkan, tapi gue adalah orang yang harus diperhitungkan dalam segi apapun. Karena gue yakin, dalam setiap jiwa manusia memiliki potensi yang bisa dia kembangkan dalam dirinya. Makanya, sekarang gue gak malu lagi dech jadi anak IPS karena gue yakin, anak IPS juga bisa berprestasi kayak anak IPA dan mampu bersaing di dunia pendidikan.

Pesan gue untuk anak IPS kayak gue, jangan pernah malu apalagi gengsi karena kalian anak IPS, tapi kalian harus membuktikan kalo IPS juga keren, bisa berprestasi,dan bukan kelas kedua. Anak IPS itu bukan anak buangan yang gak diterima di IPA, tapi anak IPS adalah sekelompok komunitas yang mampu bersaing dengan anak IPA. Keep on SPIRIT for Social Class...!!! ^^

Yaa Allah, jadikanlah aku anak yang bisa berguna bagi kedua orang tuaku,agamaku, untuk masyarakat, bangsa dan negara. Yaa Allah, biarkanlah aku memilih pilihanku sendiri. Semoga, apa yang aku inginkan bisa terwujud. Amiin Yaa Robbal'Alamin.